Sabtu, 26 Desember 2009

Solar Bagi Pengusaha dan Sopir

Si sopir bilang ke kernet, “mobil ini lumayan ngirit ya”, si kernet bilang “opo mas?”. Lalu diulang lagi sama si sopir pernyataan itu. Diluar dugaaan, kernet berujar, “Sampean aja yang bikin ngirit mas”. 
(dikutip : postingan Amin.M)

Obrolan di atas adalah gambaran tentang perilaku pengemudi bis (atau awak bis) yang biasa mencari tambahan uang dengan menghemat jatah solar dari perusahaan. Perilaku ini terjadi karena kebijaksanaan PO memberlakukan penjatahan solar, yang didasarkan pada penghematan akan solar yang harganya semakin melambung. Maksud dari penjatahan solar ini untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan agar bisa tetap eksis dan mengurangi kerugian yang ditimbulkan dari pengeluaran untuk pembelian solar (PO yang memberi jatah).
PO biasanya menjatah sebuah armada dengan tujuan tertentu, semisal Jakarta – Yogyakarta, dijatah 200 liter, sehingga bus bisa lari konsisten 90 km/jam, cukup tidak cukup harus cukup dengan memperhitungkan bahwa bis tidak bakalan kehabisan solar (kecuali kondisi benar2 darurat, macet atau harus muter jalur lain). Dengan sistim penjatahan, perusahaan akan lebih gampang menghitung uang saku bagi crew yang harus dibawa. Uang saku ini terdiri dari uang solar, uang retribusi (parkir, tol, terminal, dll) dan uang makan untuk crew. Intinya tugas sopir dan kenek ialah mengantar penumpang bis selamat sampai tujuan dengan service yang sebanding dengan tiket yang dibeli.

Dari penjatahan tersebut, tercipta lubang untuk menambah pendapatan bagi awak bus, seperti :
1. Cara yang sering dilakukan oleh pengemudi adalah “alon alon asal kelakon”, memperlambat laju kendaraan dengan harapan tercipta selisih yang cukup. Cara ini juga dianggap bisa mengurangi resiko kecelakaan. Tapi cara ini membuat pengemudi dan penumpang lebih lelah karena waktu tempuh yang menjadi lebih lama, dan keterlambatan di tempat tujuan begitu menyebalkan.

2. Ada juga yang setiap berhenti di terminal ataupun rumah makan diharuskan mematikan mesin. Jika bis yang dimatikan adalah bis non AC, hal ini masih dapat dimaklumi, tapi jika bis dengan AC yang dimatkan, maka otomatis AC juga turut mati, sehingga membuat suasana didalam bis tidak nyaman.

3. Dan yang lebih parahnya adalah dengan membeli “irek” (singkatan dari irit dan ekonomis), campuran solar dengan minyak tanah, yang dijual murah. Penggunaan solar campuran ini berakibat pada kerusakan mesin bis tersebut, yang biasanya biaya untuk perbaikan yang dikeluarkan perusahaan lebih banyak daripada harga solar yang bisa diirit.

Dari ketiga contoh tersebut, awak bisa menghemat solar sehingga mereka mendapatkan tambahan pendapatan. Jadi uang premi (gaji) dari perusahaan bisa untuk keluarga di rumah, sedang untuk kebutuhan si sopir bisa diambilkan dari sisa solar.

Berapa solar yang bisa “disaving”? Sampai saat ini belum ada data yang akurat tentang berapa solar yang bisa dihemat, tetapi dari beberapa pembicaraan dengan narasumber secara lisan, penghematan mulai dari 10 liter hingga 50 liter bisa didapatkan, yang jika di kalikan dengan harga solar saat ini cukup lumayan.
Dampak dari perbuatan ini, berimbas pada citra perusahaan dan kemajuan perusahaan. Nyatanya, banyak penumpang yang beralih ke PO lain atau pindah moda lainnya, kecuali PO-PO yang dari awal sudah memposisikan sebagai PO yang mengutamakan kenyamanan. Penumpang minimal akan menjadi korban ketidaktepatan waktu. Padahal penumpang akan lebih senang kalau bis yang dia tumpangi cepat dan tepat. Salah satu pertimbangan untuk memilih bis tertentu, selain aman dan nyaman tentu saja.

Ada beberapa manajemen PO yang kemudian membuat strategi untuk mencegah hal seperti ini terjadi, semisal :

1. Untuk PO jarak dekat, semisal Jakarta – Kudus, ketika bis akan berangkat, solar sudah diisi penuh dan cukup untuk perjalanan pulang pergi.

2. Bis mengisi solar ketika akan berangkat dan cukup untuk satu kali jalan tanpa perlu menambah bahan bakar lagi, sehingga pembelian solar bisa dikontrol dari kantor cabang.

3. Untuk jarak jauh, PO bisa bekerjasama dengan Pom Bensin tertentu, sehingga bis diharuskan mengisi solar di tempat tersebut.

4. Menggunakan nota pembelian sebagai tanda bukti pembelian solar.

Nah, kalo soal sopir “saving” solar, siapa yang membantah kalau itu bukan pencurian?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar